MAKALAH DAMPAK POLITIK TRANSAKSIONAL DALAM PEMILU



 KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Esa,yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini yang berjudul DAMPAK POLITIK TRANSAKSIONAL DALAM PEMILU. Makalah ini disusun untuk memperluas pengetahuan pembaca tentang pemahaman dampak politik transaksional dalam pemilu. Di harapkan pembaca memahami dampak politik transaksional dalam pemilu secara keseluruhan.
Meskipun sudah diupayakan semaksimal mungkin,penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu,kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif sangat di harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penyusun semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Kudus, 17 Juni 2014




BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dikalangan politisi, istilah Politik transaksional sudah tidak asing, namun dikalangan awam orang lebih senang menyebut politik dagang sapi. Dalam perkembangan terakhir ini, politik transaksional sebenarnya mengalami perkembangan pengertian lebih luas. Transaksional tidak hanya dimaknai jual beli atau tukan menukar, melainkan penilaian terhadap Visi, Misi dan Program kerja yang ditawarkan kepada masyarakat sebagai konsep pembangunan lima tahun mendatang. Yang jadi masalah adalah memahami dan mengawasi pengaplikasian Visi, Misi dan Program kerja dimaksud, apakah dapat diimplementasikan dan direalisasikan dalam kurun waktu lima tahun, atau hanya sekedar pemanis dibibir saja, sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan jauh api dari pada panggang.
Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap calon pemimpin (Politisi), dipihak lain banyaknya contoh pemimpin yang sering melupakan masyarakatnya, mengakibatkan pergeseran makna transaksional kepada arah yang lebih kongkrit, sehingga pertanyaan-pertanyaan  seperti “Kalau saya memilih bapak, saya kebagian apa ?” , “Kalau saya memilih ibu saya jadi apa ?” ,  “Ada uangnya tidak ?”  sering muncul. Kurang lebih pertanyaan tersebut mewakili ribuan pertanyaan yang bersifat transaksional, sehingga transaksional jadi barter kepentingan seperti zaman belum ada alat tukar (uang).
            Hal tersebut pasti memiliki dampaknya. Di dalam makalah ini akan membahas mengenai dampak politik transaksional dalam pemilu.
B.     RUMUSAN MASALAH
Makalah yang berjudul “DAMPAK POLITIK TRANSAKSIONAL DALAM PEMILU” memiliki rumusanmasalah sebagai berikut :
a.       Apa Pengertian Politik Transaksional
b.      Bagaimana Bahaya Politik Transaksional
c.       Bagaimana Perubahan Paradikma Politik







C.     TUJUAN
Makalah yang berjudul “DAMPAK POLITIK TRANSAKSIONAL DALAM PEMILU”memiliki tujuan sebagai berikut :
a.       Supaya pembaca  tahu Pengertian Politik Transaksional
b.      Supaya pembaca tahu Bahaya Politik Transaksional
c.       Supaya pembaca tahu  Perubahan Paradikma Politik





















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Politik Transaksional
Dalam kamus politik kapitalisme, politik dipandang sebagai seni mendapat kekuasaan dengan modal besar walaupun kadang minus gagasan. Konsekuensi paham politik demikian, berbagai cara pun digunakan untuk merengkuhnya. Salah satu cara dengan praktik politik transaksional. Politik transaksional juga biasa disebut politik dagang sapi. Deskripsi sederhananya, berupa perjanjian politik antarbeberapa pihak dalam usaha menerima serta memperalat kekuasaan. Politik transaksional cakupannya sangat luas, bisa menyentuh seluruh aktivitas politik. Bukan hanya pilpres, tapi juga pileg, pilkada, saat pengambilan kebijakan penguasa dan lainnya. Dari namanya, maka ada transaksi untuk menjual dan membeli. Di sini tentu dibutuhkan alat pembayaran jual-beli tersebut, baik berupa jabatan, uang, ataupun lainnya. Jadi, dalam pembahasan, politik uang menjelang pemilu merupakan salah satu bagian dari politik transaksional. Dalam konteks ini, aparat hukum perlu memidanakan pelaku politik uang tersebut dengan hukuman berat secara tegas dan konsisten. Sebab bila ini dibiarkan, tentu akan berdampak bahaya.
Menurut Mantan Menko Kesra 2004-2005 (Alwi Syihab), praktik politik ini mulai subur semenjak pemilu tahun 50-an. Dalam sistem presidensial, presiden terpilih akan menjatah menteri kepada anggota koalisi, bukan oposisi. Andai ada jatah menteri untuk oposisi, akan didorong menjadi anggota koalisi baru. Dalam hal ini, penguasa berupaya merangkul banyak kekuatan untuk menjaga rezim.
Sebagai contoh kasus, Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2, ketika Golkar mendadak menjadi koalisi, meski tidak ikut mengangkat SBY ke R1 satu. Upaya ini juga coba diterapkan pada PDIP, ketika Demokrat meminang Puan Maharani menjadi menteri, tapi gagal.
B.     Bahaya Politik Transaksional
Politik transaksional berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, di antaranya akan memunculkan pejabat yang tidak berintegritas (1). Banyak pejabat yang sejatinya tidak layak menduduki jabatan, tetapi terpilih karena didorong politik transaksional. Hasilnya, seperti terlihat dari evaluasi Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) tahun 2012 lalu, yang telah diserahkan kepada presiden. Banyak kementerian yang kinerjanya mendapat rapot merah. Lebih dari itu, kinerja anggota DPR 2009-2014 juga buruk. Tentu ini menjadi ironi.Terlepas adanya indikasi motif politik dari lembaga tersebut, namun secara kasat mata terlihat kinerja para menteri dan anggota DPR tidak mampu menaikkan tingkat kesejahteraan dan kemajuan masyarakat.
Selain itu, politik transaksional dapat menciptakan pemimpin transaksional. Kepala negara model ini teramat doyan mengambil kebijakan-kebijakan berdasar transaksi-transaksi politik, baik dengan pemilik modal, kolega politik, maupun pihak-pihak lain. Alhasil implementasi kebijakan penguasa ini banyak tidak berpihak kepada rakyat (2). Contoh, kebijakan liberalisasi migas dan penjualan aset negara.
Di samping itu, politik transaksional juga akan memunculkan maraknya korupsi (3). Lemahnya penegakan hukum akibat politik transaksional tersebut menjadikan korupsi kian tak terkendali. Hari demi hari, masyarakat selalu disuguhi pemberitaan korupsi para pejabat. Sistem hukumnya sendiri masih lemah dari awal sehingga makin sulit mengatasi persoalan hukum yang muncul. Ketika kekuasaan memerlukan finansial besar untuk membiayai transaksi-transaksi politik, implikasinya mereka akan terus berusaha untuk mencari cara mengembalikan modal.
Lebih dari itu, politik transaksional akan menjadikan lemahnya penegakan hukum. Governance World Bank (GWB) tahun 2011 pernah membeberkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. GWB menyoroti kinerja pemerintah dari beberapa kasus, seperti penanganan Bank Century, cicak-buaya, mafia hukum seperti suap para hakim, dan lumpur Lapindo. Dalam kasus-kasus tersebut disinyalemen ada politik saling sandera. Ini merupakan efek politik transaksional.
C.     Perubahan Paradikma Politik
Sudah saatnya dibutuhkan perubahan paradigma politik dari kepentingan transaksional menuju pelayanan yang sungguh-sungguh berkomitmen mengabdi rakyat. Jangan sampai keputusan-keputusan politik dibuat tidak sungguh-sungguh demi kepentingan rakyat, tetapi untuk bisnis. Kader partai yang duduk di parlemen jangan hanya menjadi alat legitimasi pemuasan politik-ekonomi elite partai. Bila sebelumnya telah lahir sejumlah UU yang sangat liberal-kapitalistik, ke depan UU semacam itu perlu direvisi. UU semacam itu akan memiskinkan  rakyat. Masyarakatlah yang harus menanggung beban. Jurang kaya-miskin bakal semakin lebar.



BAB III
PENUTUP
Bagi para pembaca,semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang. Mempelajari dan memahami dampak politik transaksional dalam pemilu. Guna untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang dampak politik transaksional dalam pemilu.
Adapun jika adakesalahan didalam penulisan, atau kata kata yang kurang berkenan mohon dimaafkan. Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah sekalai lagi semoga bermanfaat apa pa yang telah kita dapat. Amin



















DAFTAR PUSTAKA
           
(edisi Rabu, 09 April 2014  pukul 02:00:01)

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Cari Blog Ini